adakah awak memandang langit yang sama dengan saya...

indahnya langit takkala terbitnya mentari...

langit itu masih tetap sama dengan warna berseri...

masih tulus takkala saya mula berani percikan warna...

kenikmatannya tidak pernah sirna...

bahkan makin bercahaya...

empunya marga...

langit masih tulus dan ikhlas merenung kembali saat saya lukis nama kamu guna jemari...

dongeng yang dibaca menerjah minda, menari indah...

seumpama mawar putih sudah bertukar merah...

kata-kata kamu menyunting rasa bahagia...

 

kenangan beku masa saya selak satu persatu...

kamu punya tempat yang cukup istimewa...

selagi saya punya daya, mendongak kearah langit...

akan saya ukir wajah kamu...

 

hening pagi, matahari mencuri menyelinap masuk di celahan awan...

renung keluar dan terbias wajah kesayangan saya...

milik empunya yang mesra...

menatap langit sendirian...

kelam malam membaluti segala perasaan...

senyap dalam dakapan...

tertaut dek ciuman...

kening kanan menerima kucupan...

langit masih ikhlas...

langit masih rupawan...

kaki langit masih jauh untuk saya lari kehadapan...

busana jiwa kamu percikkan penuh hemah...

bisikan cinta perlahan penuh lembut menyejukkan hati pilu...

kekuatan kamu salurkan hanya dengan sebaris perkataan...

cinta tidak berupaya menatap satu sama lain...

tetapi memandang keluar langit arah yang sama...

kalau hati kita saling merindu, pandanglah langit kerana disitu kita akan menjadi satu...

“ ia luahan rasa tinta yang membuak mengigatkan kepada manusia penghuni jiwa “